CONTOH PROPOSAL SKRIPSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Bismillahirrohmanirrohim, berikut ini, Saya akan memposting contoh sebuah Proposal Skripsi Keperawatan Medikal Bedah secara ringkas. Semoga postingan ini bermanfaat.
HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI DAN INTENSITAS NYERI DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN PASCA-OPERASI LAPARATOMI DI INSTALASI RAWAT INAP BEDAH RUMAH SAKIT ...
Abstrak
Salah satu pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit adalah pelayanan tindakan pembedahan. Berdasarkan data dari medical record RS ..., diketahui bahwa angka pembedahan abdomen (laparatomi) meningkat setiap tahunnya, yaitu pada tahun 2010 sebanyak 831 kasus pembedahan, kemudian pada tahun 2011 sebanyak 706 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status nutrisi dan intensitas nyeri dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas tidur, sedangkan variabel independen, yaitu status nutrisi dan intensitas nyeri. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada responden melalui kuesioner, dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang di Instalasi Rawat Inap Bedah RS... pada tanggal ... 20... Hasil analisis univariat menunjukkan responden yang kualitas tidurnya terganggu sebanyak 17 orang (56,7%); responden yang status nutrisinya tidak normal sebanyak 18 orang (60%); sebagian besar responden mengalami nyeri berat, yaitu 18 orang (60%). Hasil analisis bivariat dengan uji Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara antara status nutrisi (p value = 0,013) dan intensitas nyeri (p value = 0,016) dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi. Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan atau penataran bagi perawat untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya, khususnya mengenai tindakan keperawatan pada klien pascaoperasi.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan adalah bentuk pelayanan
profesional berupa pemenuhan kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu,
baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis dan sosial agar
dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar
dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada pada individu, mencegah,
memperbaiki dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan
sakit oleh individu (Nursalam, 2003).
Salah satu tempat yang memberikan pelayanan
keperawatan adalah rumah sakit. Oleh karena itu, rumah sakit menjadi tempat bagi pasien dan
keluarganya menaruh harapan kesembuhan. Akan tetapi, selain keberhasilan dalam
pengobatan dan perawatan kepada pasien yang dirawat di rumah sakit, banyak pula
laporan tentang kegagalan pengobatan dan perawatan pasien tersebut sehingga
menyebabkan waktu perawatan di rumah sakit menjadi lebih lama dan biaya
perawatan meningkat (Widianti, 2011).
Salah satu pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit adalah
pelayanan tindakan pembedahan. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang
semakin maju, prosedur
tindakan pembedahan pun mengalami kemajuan pesat. Sejumlah penyakit merupakan
indikasi untuk dilakukannya tindakan pembedahan. Salah satu tindakan operasi
atau pembedahan adalah laparatomi. Tindakan operasi atau laparatomi merupakan
peristiwa kompleks sebagai ancaman potensial atau aktual kepada integritas
seorang baik bio, psiko, maupun sosial, dan spiritual (Razid, 2010).
Hasil penelitian
Razid (2010) di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan menunjukkan semakin tingginya
angka terapi pembedahan abdomen
(laparatomi) tiap tahunnya, pada tahun 2008 terdapat 172 kasus pembedahan laparatomi, lalu pada tahun 2009 terdapat 182 kasus pembedahan
laparatomi. Selanjutnya pada bulan Januari-April tahun 2010 terdapat 32 kasus pembedahan laparatomi.
Rumah Sakit ... merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki Instalasi Bedah Sentral. Berdasarkan
data dari medical record RS..., diketahui bahwa angka
pembedahan abdomen (laparatomi) meningkat
setiap tahunnya, yaitu pada tahun 2009 sebanyak 638 kasus pembedahan,
lalu meningkat pada tahun 2010 menjadi 831 kasus pembedahan, kemudian pada
tahun 2011 sebanyak 706 kasus, pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni
tahun 2012 sebanyak 354 kasus (RS....,
20..).
Masalah
yang sering terjadi pada pasien yang mengalami operasi laparatomi adalah
gangguan tidur, padahal tidur memberikan waktu perbaikan dan penyembuhan bagi
sistem tubuh yang sangat dibutuhkan oleh pasien, khususnya bagi pasien
pascaoperasi. Gangguan tidur yang dialami pasien
pascaoperasi laparatomi biasanya disebabkan oleh faktor nutrisi
dan rasa nyeri pada luka operasi
(Widianti, 2011).
Nutrisi
merupakan elemen penting dalam proses dan fungsi tubuh. Nutrien mencakup
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, meneral dan air. Pasien pascaoperasi
laparatomi rentan terhadap kekurangan nutrisi, karena pasien tersebut mengalami
pendarahan eksternal akibat dari komplikasi operasi (Widianti, 2011).
Gangguan tidur yang dialami oleh pasien pascaoperasi laparatomi, selain disebabkan faktor nutrisi, juga disebabkan oleh rasa nyeri pada luka operasi. Dalam hal ini, sangat dibutuhkan peranan perawat, karena perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien dibanding tenaga profesional kesehatan lainnya sehingga perawat mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membantu meningkatkan kualitas tidur pasien pascaoperasi laparatomi dengan meningkatkan status nutrisi dan menghilangkan rasa nyeri pada pasien pascaoperasi laparatomi. Dalam hal ini, perawat dapat berkolaborasi dengan tenaga profesional lain, seperti ahli gizi rumah sakit, dalam pemenuhan nutrisi pasien dan dokter, dalam hal intervensi pereda rasa nyeri pascaoperasi. Manajemen perawatan pada pasien pascaoperasi laparatomi yang baik akan membantu penyembuhan pascaoperasi secara lebih signifikan sehingga pasien dapat pulang lebih cepat (Widianti, 2011).
Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah Sakit ... pada bulan ... 20.., mendapatkan 8 orang (80%) dari 10 pasien pascaoperasi laparatomi yang mengalami gangguan tidur.Hasil penelitian Menzeis dalam Razid (2010) di Rumah Sakit ..., menunjukkan bahwa 748 orang (90%) dari 831 pasien pascaoperasi laparatomi mengalami gangguan tidur akibat faktor nutrisi dan rasa nyeri pada luka operasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan antara Status Nutrisi dan Intensitas Nyeri dengan Kualitas Tidur pada Pasien Pascaoperasi Laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah Sakit ...
Gangguan tidur yang dialami oleh pasien pascaoperasi laparatomi, selain disebabkan faktor nutrisi, juga disebabkan oleh rasa nyeri pada luka operasi. Dalam hal ini, sangat dibutuhkan peranan perawat, karena perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien dibanding tenaga profesional kesehatan lainnya sehingga perawat mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membantu meningkatkan kualitas tidur pasien pascaoperasi laparatomi dengan meningkatkan status nutrisi dan menghilangkan rasa nyeri pada pasien pascaoperasi laparatomi. Dalam hal ini, perawat dapat berkolaborasi dengan tenaga profesional lain, seperti ahli gizi rumah sakit, dalam pemenuhan nutrisi pasien dan dokter, dalam hal intervensi pereda rasa nyeri pascaoperasi. Manajemen perawatan pada pasien pascaoperasi laparatomi yang baik akan membantu penyembuhan pascaoperasi secara lebih signifikan sehingga pasien dapat pulang lebih cepat (Widianti, 2011).
Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah Sakit ... pada bulan ... 20.., mendapatkan 8 orang (80%) dari 10 pasien pascaoperasi laparatomi yang mengalami gangguan tidur.Hasil penelitian Menzeis dalam Razid (2010) di Rumah Sakit ..., menunjukkan bahwa 748 orang (90%) dari 831 pasien pascaoperasi laparatomi mengalami gangguan tidur akibat faktor nutrisi dan rasa nyeri pada luka operasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan antara Status Nutrisi dan Intensitas Nyeri dengan Kualitas Tidur pada Pasien Pascaoperasi Laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah Sakit ...
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Konsep Laparatomi
- Pengertian Laparatomi
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada
daerah abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada
daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan (Suzanne, 2002).
- Indikasi Laparatomi
Kasus–kasus yang terdapat pada kasus laparatomi, yaitu
: hernotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepaterektomi,
splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, dan fistulktomi atau fistulektomi.
Adapun cara operasi laparatomi, yaitu : midline incision, paramedian :
panjang (12,5 cm) lebih kurang sedikit ke tepi dari garis tengah; transverse
upper abdomen incision : sisi di bagian atas, seperti pembedahan colesistotomy
dan splenektomy; transverse lower abdomen incision : 4 cm di atas
anterior spinal iliaka, lebih kurang insisi melintang di bagian bawah,
misalnya : pada operasi apendiktomy (Ester, 2002).
- Masalah pada Laparatomi
Masalah
yang sering terjadi pada pasien yang mengalami operasi laparatomi adalah gangguan
tidur, padahal tidur memberikan waktu perbaikan dan penyembuhan bagi sistem
tubuh yang sangat dibutuhkan oleh pasien, khususnya bagi pasien pascaoperasi. Gangguan tidur yang dialami pasien pascaoperasi
laparatomi biasanya disebabkan oleh faktor nutrisi dan rasa nyeri pada luka operasi. Dalam hal ini, perawat dapat
berkolaborasi dengan ahli gizi dan dokter untuk intervensi pemenuhan nutrisi dan pereda rasa nyeri pascaoperasi (Potter & Perry, 2005).
- Komplikasi Pascaoperasi
a.
Perdarahan eksternal
Perdarahan merupakan komplikasi paling dini yang mungkin terjadi setelah
operasi.perdarahan eksternal yang sering tampak adalah daerah drainase. Pipa
drainase biasanya keluar dari lubang insisi yang terpisah dan mungkin terjadi
perembesan darah yang terus menerus dari pembuluh darah kulit atau tepat di
bawah kulit.
b.
Perdarahan internal
Perdarahan internal sulit
terdeteksi karena manifestasi kliniknya lambat. Tanda–tanda klasik dari
perdarahan adalah pucat, menurunnya tekanan darah, nadi yang cepat dan lemah,
berkeringat, dan rasa haus.
B. Perawatan Pascaoperasi
Perawatan pascaoperasi menurut Brunner &
Suddarth (2002) meliputi :
- Persiapan
pasien
a. Memberi tahu pasien tentang prosedur yang
akan dilakukan. Pasien diberitahukan bahwa balutan akan diganti dan penggantian
balutan tersebut adalah hanya prosedur sederhana yang menimbulkan sedikit
ketidaknyamanan.
b. Menyiapkan lingkungan pasien. Jika pasien
dirawat di unit terbuka, gorden harus dipasang untuk menjaga privasi dan pasien
tidak boleh terpajan.
c. Mengatur posisi tidur pasien
2. Persiapan alat-alat
a. Alat-alat steril
(1) 2 pinset anatomis
(2) 1 pinset sirurgis
(3) 1 gunting jaringan
(4) Kasa steril
(5) Handscoen steril
(6) 1 klem
b. Alat-alat nonsteril
(1) Korentang pada tempatnya
(2) Bengkok
(3) Plester
(4) Gunting perban
(5) Cotton buds
(6) Zeal dan alasnya
(7) Kantong sampah
(8) Kom berisi alkohol, betadine dan NaCl
serta salep
3. Pelaksanaan
a. Perawat mencuci tangan;
b. Memakai masker;
c. Memakai gown;
d. Siapkan dan dekatkan alat-alat untuk
mengganti balutan;
e. Ambil kantong sekali pakai dan buat
lipatan di atasnya, letakkan kantong dalam jangkauan area kerja perawat;
f. Bantu
klien pada posisi yang nyaman dan tutup bagian tubuh yang tidak diberikan
tindakan dengan selimut;
g. Pasang zeal di bawah bagian tubuh yang
luka;
h. Letakkan bengkok di samping bagian tubuh
yang luka;
i.
Cuci
tangan secara menyeluruh;
j. Kenakan
sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester atau kasa yang menutup
luka tersebut, lepaskan plester dengan melepaskan ujungnya dan menarik secara
perlahan sejajar dengan kulit ke arah balutan dengan menggunakan pinset
anatomis. Jika plester terlalu kuat merekat ke kulit, maka oleskan alkohol
dengan menggunakan cotton buds pada sisi plester untuk mengurangi rasa
sakit karena tarikan kulit dengan tangan. Dengan tangan yang telah menggunakan
sarung tangan bersih angkat balutan dengan pinset. Buang ke kantong plastik
yang sudah disiapkan;
k. Buang balutan kotor pada kantong yang
telah disiapkan. Hindari
kontaminasi permukaan luar kantong tersebut. Lepaskan sarung tangan bersih
sekali pakai dan buang pada tempat yang disediakan;
l.
Siapkan
peralatan balutan steril. Tuangkan cairan yang diresepkan (NaCl 0,9%) pada kom
atau mangkok steril, campur dengan sedikit larutan antiseptik (betadine);
m. Kenakan sarung tangan steril;
n. Bersihkan luka dengan larutan NaCl 0,9%
dan antiseptik;
o. Lakukan nekrotomi, jika terdapat
banyak jaringan nekrotik pada luka;
p. Berikan kasa yang basah tepat pada
permukaan luka;
q. Berikan kasa steril di atas kasa basah;
r.
Selanjutnya
tutup dengan perban;
s. Kemudian pasang plester. Cara yang tepat
untuk memasang plester adalah dengan meletakkan plester di tengah balutan dan
kemudian menekan plester ke bawah pada ke dua sisinya, sehingga memberikan
tekanan secara merata menjauhi garis tengah;
t.
Lepaskan
sarung tangan;
u. Lepaskan masker dan gown;
v. Mencuci tangan;
4. Evaluasi
a. Evaluasi dilakukan setiap mengganti
balutan;
b. Kaji apakah luka mengalami perbaikan atau
tidak;
c. Adakah tanda-tanda infeksi.
5.
Penyuluhan
kepada Pasien
Sambil mengganti balutan, perawat mempunyai
kesempatan untuk mengajarkan pasien tentang cara merawat insisi dan mengganti
balutan di rumah. Perawat mengamati isyarat dari kesiapan pasien untuk belajar,
seperti melihat pada insisi, menunjukkan minat atau membantu dalam mengganti
balutan (Brunner & Suddarth, 2002).
6.
Pengobatan
Pengobatan luka dapat
dilakukan dengan pemberian antibiotik profilaktik yang diberikan ketika diduga
terjadi kontaminasi, atau ketika alat prostetik dimasukkan ke dalam luka yang
bersih. Luka yang terinfeksi tidak ditutup sampai segala upaya telah dilakukan
untuk membuang semua jaringan devitalis dan terinfeksi, prosedurnya
disebut debridemen. Sering kali drain kecil dipasang sebelum luka
dijahit untuk mencegah penggumpalan limfe dan darah serta memperlambat proses
penyembuhan.
C.
Konsep Tidur
- Pengertian Tidur
Istirahat adalah perasaan relaks secara mental, bebas
dari kecemasan dan tenang secara fisik. Istirahat tidak selalu berbaring di
tempat tidur, namun dapat berupa membaca buku, melihat televisi. Seusai
istirahat, mental dan fisik menjadi segar. Tidur merupakan perubahan status
kesadaran berulang–ulang pada periode tertentu. Tidur memberikan waktu
perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh, perawat membantu klien mengembangkan perilaku
kondusif untuk istirahat dan relaksasi. (Widianti, 2011).
Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang
penuh ketenangan dan upaya kegiatan yang merupakan urutan siklus yang
berulang–ulang dan masing–masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniyah
yang berbeda (Wartonah, 2011).
Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu
dapat dibangunkan oleh sesuatu atau
sensoris yang sesuai atau juga dapat di katakan sebagai keadaan tidak sadarkan
diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi
lebih merupakan suatu urutan siklus berulang, dengan ciri adanya dengan
aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan
proses fisiologis dan terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari
luar (Hidayat, 2008).
- Fisiologi Tidur
a.
Irama Sirkardian
Irama siklus 24 jam siang malam disebut irama sirkadian. Irama sirkardian
mempengaruhi perilaku dan pola fungsi biologis utama seperti suhu tubuh, denyut
jantung, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik dan suasana hati.
Irama sirkardian dipengaruhi cahaya, suhu, dan faktor internal (aktivitas
sosial dan dan rutinitas pekerjaan).
b.
Tahapan Tidur
Dua fase normal : NREM (pergerakan mata yang tidak cepat) dan REM
(pergerakan mata yang cepat).
Tahap 1 : NREM
Merupakan tingkatan paling dangkal dari tidur. Tahap ini berakhir
beberapa menit sehingga orang mudah terbangun karena suara.
Tahap 2 : NREM
Merupakan tidur bersuara. Terjadi relaksasi sehingga untuk bangun pun
sulit. Tahap ini berakhir 10-20 menit. Fungsi tubuh menjadi lambat.
Tahap : 3 NREM
Menjadi tahap awal tidur yang dalam. Otot – otot menjadi relaks penuh
sehingga sulit untuk dibangunkan dan jarang bergerak. Tanda – tanda vital menurun namun teratur.
Berakhir 15 – 3 menit.
Tahap 4 : NREM
Menjadi tahap tidur terdalam. Individu menjadi sulit dibangunkan. Jika
kurang tidur, individu akan menyeimbangkan porsi tidurnya pada tahap ini.
Tanda – tanda vital menurun secara bermakna. Pada tahap ini terjadi tidur
sambil berjalan dan enuresis. Berakhir 15-30 menit.
Tidur REM
Pada tahap ini, individu akan mengalami mimpi. Respon pergerakan mata
yang cepat, fluktasi jantung dan kecepatan respirasi dan peningkatan tekanan
darah. Terjadi tonus otot skelet penurunan. Sekresi lambung meningkat. Berakhir
dalam waktu 90 menit. Terjadi peningkatan tidur REM tiap siklus dalam waktu 20
menit (Wartonah, 2011)
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan
mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekankan
pada pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini
diatur oleh sistem mengaktivasi retikularis yang merupakan system yang mengatur
seluruh tingkatan kegiatan susunan syaraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan
dari tidur. Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan tidur terletak dalam
mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, Reticular Activating System
(RAS) dapat rangsangan visual, pendengaran, nyeri, perabaaan juga dapat
menerima stimulasi dari kortek serebri termasuk rangsangan emosi dan proses
fikir dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan norepinefrin.
Demikian juga pada saat tidur kemungkinan adanya pelepasan serum
serotinin dari sel khusus yang berada di pons di batang otak tengah, yaitu bulbar
synchronizing regional (BSR). Bangun tergantung dari keseimbangan implus
yang diterima di pusat otak dan system limbic, dengan demikian sistem
dengan batang otak yang mengatur atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat,
2008).
- Jenis – Jenis Tidur
Dalam prosesnya, tidur di bagi ke dalam dua jenis pertama, jenis tidur
yang disebabkan oleh menurunnya kegiatan dalam sistem pengaktivasi retikularis,
disebut dengan tidur gelombang lambat karena gelombang otak bergerak sangat
lambat, atau disebut juga tidur Non Rapid Eye Movement (NREM).
Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran abnormal dari isyarat –
isyarat dalam otak, meskipun kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara
berarti, disebut dengan jenis tidur paradoks atau disebut juga dengan tidur Rapid
Eye Movement (REM) (Hidayat, 2008).
a.
Tidur Gelombang Lambat
Jenis tidur ini kenal dengan tidur yang dalam, istirahat yang penuh, atau
juga dikenal dengan tidur nyenyak. Pada tidur jenis ini, gelombang otak
bergerak lebih lambat, sehingga menyebabkan tidur tanpa bermimpi. Tidur
gelombang lambat bias juga disebut dengan tidur gelombang delta, dengan ciri
–ciri : betul–betul istirahat, tekanan darah menurun, frekuensi nafas menurun,
pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang dan metabolisme menurun.
Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah melalui
elektroenchepalografi dengan memperlihatkan gelombang otak berada setiap tahap
tidur, yaitu : pertama, kewaspadaan penuh dengan gelombang beta yang
berfrekuensi tinggi dan voltase rendah: ke dua, istirahat tenang yang
diperlihatkan pada gelombang alpa : ke tiga, tidur ringan karena terjadi
perlambatan gelombang alpa sejenis teta atau delta yang bervoltase rendah : dan
ke empat tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan gelombang delta
bervoltase tinggi dengan kecepatan ½ perdetik. Tahapan tidur jenis lambat
sebagai berikut.
Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan cirri
sebagai berikut : rileks, masih sadar dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola
mata bergerak dari samping ke samping, frekuensi nafas dan nadi sedikit
menurun, dapat bangun segera selama tahap ini berlangsung selama 5 menit.
Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun
dengan ciri sebagai berikut : mata pada umumnya menetap, denyut jantung dan
frekuensi nafas menurun, temperatur tubuh menurun, metabolisme menurun,
berlnagsung pendek dan berakhir 10 – 15 menit.
Tahap III
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan frekuensi
nafas dan proses tubuh lainnya lambat, disebabkan oleh adanya dominasi simpatis
syaraf parasimpatis dan sulit untuk bangun.
Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan jantung dan
pernafasan turun, jarang bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat,
sekresi lambung menurun dan tonus otot menurun.
- Fungsi dan Tujuan Tidur
Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini
bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional,
kesehatan, mengurangi stress pada paru, kardiovaskuler, endokrin, dan lain –
lain. Energi disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan kembali pada
fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat efek fisiologis dari tidur :
pertama, efek pada system syaraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan
normal dan keseimbangan diantara berbagai susunan syaraf, dan ke dua, efek pada
struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena
selama tidur mengalami penurunan.
Tabel 2.1
Kebutuhan Tidur Manusia Berdasarkan Usia
Usia
|
Tingkat Perkembangan
|
Jumlah Kebutuhan
Tidur
|
Bulan
1 - 18 bulan
18 - 3 tahun
3 - 6 tahun
6 - 12 tahun
12 - 18 tahun
18 - 40 tahun
40 - 60 tahun
60 tahun ke atas
|
Masa neonatus
Masa bayi
Masa anak
Masa prasekolah
Masa sekolah
Masa remaja
Masa dewasa muda
Masa parubaya
Masa dewasa tua
|
14-18 jam/hari
12-14 jam/hari
11-12 jam / hari
11 jam/hari
10 jam / hari
8,5 jam/hari
7-8 jam/hari
7 jam/hari
6 jam/hari
|
Sumber : Hidayat (2008)
- Faktor –
Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur
Menurut Widianti (2011), kualitas
dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor kualitas tersebut dapat
menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah
istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Di antara faktor yang dapat
mempengaruhinya :
a. Penyakit
Banyak penyakit yang dapat
memperbesar kebutuhan tidur, seperti penyakit yang disebabkan oleh infeksi,
terutama infeksi limpa. Infeksi limpa berkaitan dengan keletihan, sehingga
penderitanya membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasinya.
b. Latihan
dan kelelahan
Keletihan akibat aktivitas
yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan
energi yang telah dikeluarkan hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah
melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan, maka orang tersebut akan lebih
cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek.
c. Stres
psikologis
Kondisi psikologis dapat terjadi pada seeorang akibat ketegangan jiwa.
Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis
mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.
d. Obat
Beberapa jenis obat yang dapat
mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretik menyebabkan
seseorang insomnia, antidepresan dapat menekan ren, kafein dapat meningkatkan
syaraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker
dapat berefek pada timbulnya insomnia dan golongan narkotik dapat menekan rem
sehingga mudah mengantuk.
e. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur.
Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya
tryptophan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna dapat membantu
mudah tidur.
f.
Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat
terjadinya proses tidur. Sebaliknya, lingkungan yang tidak nyaman dan nyaman
bagi seseorang dapat menyebabkan hilangnya ketenangan sehingga mempengaruhi
proses tidur.
g. Motivasi
Merupakan suatu dorongan atau keingan seseorang untuk tidur, yang dapat
mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak
tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur.
h. Nyeri
Sensasi tidak menyenangkan dan
sangat individual dan tidak bisa berbagi dengan orang lain. Nyeri bersifat
universal, berbeda persepsi dan bersifat individual.
- Masalah Kebutuhan
Tidur
a. Insomnia
Merupakan suatu keadaan
ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas
dengan keadaan tidur yang hanya sebentar atau susah tidur insomnia terbagi
menjadi tiga jenis yaitu : initial insomnia, merupakan ketidakmampuan tetap
tidur karena selalu terbangun pada malam hari dan terminal insomnia merupakan
ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah bangun tidur pada malam hari.
b. Hipersomnia
Merupakan gangguan tidur dengan
kriteria tidur berlebihan pada umumnya lebih dari sembilan jam pada malam hari,
disebabkan kemungkinan adanya masalah psikologis, depresi, kecemasan, gangguan
syaraf pusat, ginjal, hati dan gangguan metabolisme.
c. Parasomnia
Merupakan kumpulan beberapa
penyakit yang dapat menggagu pola tidur seperti somnambulisme (berjalan–jalan
dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak–anak, yaitu pada tahap III dan IV
dari tidur NREM. Sonnambulisme dapat menyebabkan cidera.
d. Enuresa
Merupakan BAK yang tidak
sengaja pada waktu tidur atau biasa di sebut dengan mengompol.
e. Apnea
tidur dan mendengkur
Mendengkur pada umumnya tidak
termasuk dalam gangguan tidur tetapi mendengkur yang disertai dengan keadaan
apnea dapat menjadi masalah. Terjadinya apnea dapat mengacaunya jalannya
pernafasan sehingga dapat mengakibatkan henti napas.
f.
Narcolepsi
Merupakan keadaan tidak dapat
mengendalikan diri untuk tidur, misalnya tertidur dalam keadaan berdiri, mengemudikan
kendaraan, atau di saat membicarakan sesuatu. Hal ini merupakan neurologis.
g. Mengigau
Dikategorikan dalam gangguan
tidur bila terlalu sering dan di luar kebiasaan dari hasil pengamatan ditemukan
bahwa hampir semua orang pernah mengigau
dan terjadi sebelum tidur REM.
Selama kita tidur, maka kita mengalami beberapa siklus tidur. Satu siklus
terdiri dari beberapa REM dan non REM, dan bagi suatu usia tertentu maka setiap
tahap akan berbeda dalam lama berlangsungnya. Golongan remaja amat cepat
terlelap sejak mulai membaringkan badannya. Setelah 60 sampai 90 menit, ia
memasuki tahap ke dua pada non REM dan segera diikuti oleh tahap REM yang
pertama pada malam itu. Siklus pertama biasanya hanya berlangsung sekitar 70
sampai 80 menit.
Semakin larut malam, maka waktu siklus menjadi lebih lama dan akhirnya
mencapai 100 menit. Tahap ke tiga dan ke empat merupakan bagian yang menonjol
pada siklus pertama. Bagian ini seringkali dianggap sebagai tidur yang paling
nyenyak, sebab pada saat ini orang yang paling sulit untuk dibangunkan dan
sangat kebal terhadap setiap gangguan suara. Dengan bertambah larutnya malam,
maka periode REM semakin panjang, sedangkan tahap ke tiga dan ke empat
menghilang. Menjelang dini hari, maka sedikit suara saja dapat membangunkan
kita. Haruslah diingat bahwa semua ini merupakan satu kali tidur dalam suatu
malam, jadi sebenarnya dapat dianggap satu rata-rata saja. Mungkin sekali tidur
anda malam ini berbeda dengan kemarin atau dengan esok hari, dan mungkin pula
tidur yang anda alami akan sangat berbeda dengan tidur tetangga anda.
D.
Status
Nutrisi
- Pengertian
Status Nutrisi
Nutrisi
merupakan elemen penting dalam proses dan fungsi tubuh. Nutrien mencakup
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, meneral dan air (Widianti, 2011). Nutrisi
merupakan proses pemasukan dan pengelolaan zat makanan oleh tubuh yang
bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh. Terpenuhinya
kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang
tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang
merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan
gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit
untuk tidur (Hidayat, 2008).
- Macam–Macam
Nutrisi
a. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat gizi
yang terdapat dalam makanan, pada umumnya dalam bentuk amilum pembentukan
amilum terjadi dalam mulut melalui enzim ptialin yang ada dalam ludah.
b. Lemak
Pencernaan lemak dimulai dalam
lambung (walaupun hanya sedikit) karena dalam mulut tidak ada enzim pemecah
lemak lambung mengeluarkan enzim lifase untuk mengubah sebagian kecil lemak dan
gliserin, kemudian diangkut melalui getah bening dan selanjutnya masuk melalui
peredaran darah untuk kemudian tiba di hati.
c. Protein
Kelenjar ludah dalam mulut
tidak membuat enzim protease. Enzim preatase baru terdapat dalam lambung, yang
mengubah protein menjadi albuminosa dan pepton.
d. Mineral
Mineral tidak membutuhkan
pencernaan. Meneral hadir dalam bentuk tertentu sehingga tubuh mudah untuk memprosesnya.
Umumnya, meneral diserap dengan mudah melalui dinding usus halus secara
difusi pasif maupun transportasi aktif.
e. Vitamin
Pencernaan vitamin melibatkan
penguraiannya menjadi molekul– molekul yang lebih kecil sehingga dapat diserap
dengan efektif. Beberapa penyerapan vitamin dilakukan dengan difusi sederhana,
tetapi sistem transfortasi aktif sangat penting untuk memastikan pemasukan yang
cukup.
f.
Air
Air merupakan zat makanan yang
paling mendasar dibutuhkan oleh tubuh manusia. Terdiri atas 50 % - 70% air.
Asupan air secara teratur sangat penting bagi makhluk hidup untuk bertahan
hidup dibandingkan dengan pemasukan nutrisi lain.
- Keseimbangan
Energi
Energi merupakan kapasitas
untuk melakukan sebuah aktivitas, dapat diukur melalui pembentuakan panas. Energi
pada manusia dapat diperoleh dari berbagai masuakan zat gizi diantaranya
protein, karbohidrat, lemak, maupun bahan makanan yang disimpan di dalam tubuh.
Metabolisme basal merupakan
energi yang dibutuhkan seseorang dalam keadaan istirahat dan nilainya disebut
dengan Basal Metabolisme Rate (BMR). Nilai metabolisme basal setiap orang
berbeda–beda, dipengaruhi oleh faktor usia, kehamilan, mal nutrisi, komposisi,
jenis kelamin, hormonal dan suhu tubuh.
- Jenis–Jenis
Metabolisme
a. Metabolisme karbohidrat
Metabolisme karbohidrat yang
berbentuk monosakarida dan disakarida diserap melalui mokasa usus. Setelah
proses penyerapan (di dalam pembuluh darah) semua berbentuk monosakarida
bersama–sama dengan darah, karbohidrat ini dibawa ke hati.
b. Metabolisme lemak
Lemak diserap dalam bentuk
gliserol asam lemak. Gliserol larut dalam air sehingga dapat diserap secara
pasif, langsung memasuki pembuluh darah dan dibawa ke hati. Melalui proses
kimiawi, gliserol diubah menjadi glikogen, selanjutnya mengikuti metobolisme
arang sampai menghasilkan tenaga. Jadi, gliserol diubah menjadi tenaga melewati
proses yang dilakukan oleh karbohidrat.
- Metabolisme
protein
Pada umumnya protein diserap
dalam bentuk asam amino dan bersama-sama dengan darah dibawa ke hati, kemudian
dibersihkan dari toksin. Proses masuknya asam amino dapat dikatakan tidak
dinamis dan selalu diperbaharuhi. Asam amino yang masuk tidak sebanding dengan
jumlah asam amino yang diperlukan untuk menutupi kekurangan amino yang dipakai
oleh tubuh.
- Kebutuhan
Nutrisi Berdasarkan Tahap Perkembangan
a. Ibu hamil dan menyusui
Ibu hamil lebih banyak
membutuhkan kalori, kalsium, folat, zat besi, dan ASI pada ibu hamil.
b. Bayi
Mengalami tumbuh kembang pesat
pada 1 tahun pertama. Usia 6
bulan diberikan susu dan makanan tambahan pada usia 6 bulan.
c. Todler dan prasekolah
Usia ini, nafsu makan anak dan
kecepatan pertumbuhan mulai menurun sehingga perlu intake nutrisi yang penting
untuk tumbuh kembang anak (menu gizi seimbang).
d. Sekolah dan dewasa tengah
Pertumbuhan meningkat pada
usia ini. Gigi permanen sudah
tumbuh dan sistem pencernaan sudah matur.
e. Lansia
Pertumbuhan dan metabolisme
berhenti sehingga butuh kalori sedikit. Defesiensi kalsium dan ostioporosis
terjadi, khususnya pada wanita menopause (Widianti, 2011)
E. Konsep Nyeri
- Pengertian
Nyeri
Nyeri
merupakan mekanisme fisiologis bertujuan untuk melindungi diri dan disebabkan oleh stimulus tertentu (Wartonah,
2011). Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat individual.
Klien merespon terhadap nyeri yang dialaminya dengan beragam cara, misalnya
berteriak, meringis dan lain-lain. Oleh karena nyeri bersifat subyektif, maka
perawat mesti peka terhadap sensasi nyeri yang dialami klien. Untuk itu,
diperlukan kemampuan perawat dalam mengidentifikasi dan mengatasi rasa nyeri (Asmadi,
2004). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial (Suzanne, 2002).
Dua kategori dasar nyeri yang secara umum diketahui
nyeri akut dan nyeri umum.
a.
Nyeri akut
Nyeri akut biasanya tiba–tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera
spesifik, nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi.
Hal ini menarik perhaatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan
mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial
menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit
sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan ;
nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu
bulan. Untuk tujuan definisi nyeri, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri
yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan. Cidera atau penyakit
yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau dapat memerlukan
pengobatan. Sebagai contoh, jari yang tertusuk biasanya sembuh dengan cepat,
barangkali dalam beberapa detik atau beberapa menit. Pada kasus yang lebih
berat, seperti fraktur ekstrimitas, pengobatan dibutuhkan dengan nyeri menurun
dengan sejalan dengan penyembuhan tulang.
b.
Nyeri kronis
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
sesuatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang
diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera
spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan
tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan
respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut
dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan
sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya. Nyeri
kronis sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan
atau lebih, meskipun enam bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah
untuk membedakan antara nyeri akut dan nyeri kronis. Suatu episode nyeri dapat
mempunyai karakteristik nyeri kronis sebelum enam bulan telah berlalu, atau
beberapa jenis nyeri dapat tetap bersifat akut secara primer selama lebih dari
6 bulan.
Meskipun tidak diketahui mengapa banyak orang mengalami nyeri kronis
setelah suatu cidera atau proses penyakit, hal ini juga duga bahwa ujung–ujung
syaraf yang normalnya tidak mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri, mentransmisikan
stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri.perawat
dapat berhubungan dengan pasien yang mengalami nyeri kronis saat mereka masuk
rumah sakit untuk berobat atau saat mengunjungi mereka dirumah untuk perawatan
rumah. Seringkali perawat diperlukan dalam lingkungan komunitas untuk membantu
dalam menangani nyeri pasien.
Tabel 2.2
Membandingkan Karakteristik antara Nyeri
Akut dan Nyeri Kronis
Karakteristik
|
Nyeri Akut
|
Nyeri Kronis
|
Tujuan / Keuntungan
|
Memperingatkan adanya cidera
atau masalah
|
Tidak ada
|
Awitan
|
Mendadak
|
Terus menurus atau intermiten
|
Intensitas
|
Ringan sampai berat
|
Ringan sampai berat
|
Durasi
|
Durasi singkat (dari beberapa
detik sampai 6 bulan)
|
Durasi lama (6 bulan atau
lebih)
|
Respon otonom
|
Konsisten dengan respon stres
simpatis frekuensi jantung meningkat volume sekuncup meningkat tekanan darah
meningkat dilatasi pupil meningkat tegangan otot meningkat motilitas
gastrointestinal menurun aliran saliva menurun (mulut kering)
|
Tidak terdapat respon otonom
|
Komponen psikologis
|
Ansietas
|
Depresi, mudah marah, menarik
diri minat dunia luar, menarik diri dari persahabatan
|
Respon jenis lainnya
Contoh
|
Nyeri bedah, trauma
|
Tidur terganggu, libido
menurun, nafsu makan menurun.
Nyeri kanker, arthritis,
neuralgia trigeminal
|
Sumber : Suzanne (2002).
- Fisiologi Nyeri
Fisiologi nyeri dapat meliputi resepsi, persepsi dan
reaksi. Impuls syaraf yang dihasilkan stimulus nyeri menyebar di sepanjang
serabut syaraf aferen. Syaraf ini menonduksi 2 stimulus nyeri : serabut A-delta
bermielinasi dan cepat dan serabut C lambat.
Saat individu
sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi kompleks. Menurut McCaffery, 3
sistem interaksi persepsi nyeri, yaitu efektif, kognitif, evaluatif. Bentuk
reaksi fisiologis, stimulasi cabang simpatis menghasilkan respon fisiologis. Jika nyeri terus menerus, maka saraf
parasimpatis akan menghasilkan aksi. Fase pengalaman nyeri sebagai
respon perilaku nyeri :
a. Antisipasi : memungkinkan individu belajar tentang nyeri
b. Sensasi : ketika merasakan nyeri, gerakan khas, ekspresi
wajah mengindikasikan nyeri seperti menggerakkan gigi, membungkuk, menyeringai
memegang bagian tubuh yang nyeri.
c. Akibat : nyeri atau berhenti. Namun masih tetap butuh
perhatian perawat mesti sumber nyeri dapat terkontrol (Widianti, 2011).
- Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Usia, jenis kelamin, kebudayaan,
makna nyeri, perhatian dan ansietas.
- Deskripsi Verbal Tentang Nyeri
Informasi yang diperlukan
harus menggambarkan nyeri individual dalam beberapa cara berikut :
Intensitas nyeri adanya skala
verbal, misalnya : 0 = tidak nyeri; 1-3 nyeri ringan; 4-6 nyeri sedang; 7-9
nyeri berat; 10 = nyeri sangat berat.
Kekhawatiran individu tentang
nyeri dapat diliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi,
prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri (Suzanne, 2002).
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konsep dalam penelitian ini merujuk pada
teori kualitas tidur yang dinyatakan Widianti (2011) yang menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur antara lain adalah status nutrisi
dan intensitas nyeri, sehingga kerangka konsep penelitian ini dapat disusun
sebagai berikut :
Skema
3.1
Kerangka
Konsep
B. Definisi
Operasional
Tabel 3.1
Definisi
Operasional
No.
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Alat Ukur
|
Cara Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala Ukur
|
1.
|
Variabel Dependen
Kualitas tidur
|
Mutu
kemampuan responden untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan
kebutuhannya
|
Kuesioner
|
Wawancara
|
1.Terganggu, bila
nilai ≥ 5
2.Tidak terganggu, bila
nilai < 5
|
Nominal
|
2.
|
Variabel Independen
Status nutrisi
|
Keadaan gizi responden yang diukur dengan
menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) responden
|
Timbangan dan Meteran serta kuesioner
|
Menimbang berat badan
dan mengukur tinggi badan dan wawancara
|
1.
Tidak normal,
bila IMT ≤ 18,4 atau
> 25
2.
Normal, bila IMT 18,5 – 25,0
|
Nominal
|
Intensitas nyeri
|
Persepsi responden terhadap rasa nyeri akibat luka
pascaoperasi laparatomi yang dialaminya
|
Kuesioner
|
Wawancara
|
1.
Nyeri berat,
bila skala 7 – 10
2.
Nyeri sedang,
bila skala 4 – 6
3.
Nyeri ringan,
bila skala 0 - 3
|
Ordinal
|
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara status nutrisi
dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah RS...
2. Ada hubungan antara intensitas
nyeri dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah RS...
BAB IV
METODE PENELITIAN
A.
Desain Penelitian
Jenis penelitian ini
adalah kuantitatif dengan menggunakan metode survei analitik melalui pendekatan
cross sectional. Rancangan penelitian cross sectional adalah
suatu penelitian yang semua variabelnya, baik variabel independen (Status Nutrisi dan Intensitas Nyeri)
maupun variabel dependen (Kualitas Tidur)
diobservasi atau dikumpulkan sekaligus dalam waktu yang sama (Notoatmodjo,
2010).
B.
Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian
ini akan dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap Bedah RS...
2. Waktu
Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan ... selama
1 minggu.
C.
Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Penelitian
Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Notoatmodjo,
2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pascaoperasi laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang pada bulan Januari
sampai dengan bulan Juni tahun 2012 sebanyak 354 kasus.
2. Sampel penelitian
Sampel
adalah sebagian atau keseluruhan subjek yang akan diteliti dan dianggap
mewakili populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel dilakukan
dengan cara accidental sampling, yaitu mengambil sampel sesuai dengan
jumlah sampel yang ada pada saat penelitian dilakukan.
Adapun kriteria inklusi sampel sebagai berikut.
a. Pasien
dewasa berusia ≥ 17 tahun
b. Pasien
dengan keadaan umum komposmentis
c.
Pasien 24
jam pertama pascaoperasi laparatomi
d. Pasien
yang bersedia menjadi responden
D.
Pengumpulan
Data
1. Jenis
Data
a. Data
primer
Pengumpulan data primer diperoleh melalui
wawancara secara langsung kepada responden melalui kuesioner untuk mengetahui status nutrisi dan intensitas nyeri serta kualitas
tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi.
b. Data
sekunder
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari profil
RS... dan buku status pasien.
2. Instrumen
Penelitian
Penelitian ini
menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Kuesioner merupakan alat
ukur berupa angket atau daftar pertanyaan. Pembuatan kuesioner ini mengacu pada
parameter yang sudah dibuat oleh peneliti sesuai dengan penelitian yang akan
dilakukan. Adapun data yang terkumpul dikelompokkan menurut
variabel masing-masing dengan hasil ukur sebagai berikut.
a)
Kualitas tidur dinilai dari jawaban responden pada
kuesioner, dengan penilaian jawaban :
- Ya = 1
- Tidak = 0
Lalu jawaban responden
diakumulasikan dan dikategorikan menjadi :
1.
Kurang, bila
nilai < mean
2. Baik, bila nilai ≥ mean
b) Status
nutrisi
Untuk menentukan status
nutrisi digunakan rumus sebagai berikut
:
Indeks Massa Tubuh (IMT) =
Berat Badan (Kg)
Tinggi Badan2 (M)
Batas
Ambang IMT untuk Indonesia, yaitu :
1. Tidak normal, bila IMT ≤ 18,4 atau
> 25
2. Normal, bila IMT 18,5 – 25,0
c) Intensitas nyeri dinilai dari persepsi pasien terhadap rasa nyeri akibat luka
pascaoperasi laparatomi yang dialaminya
Lalu jawaban responden
dikategorikan menjadi:
1. Nyeri berat, bila skala 7 – 10
2.
Nyeri sedang, bila skala 4 – 6
3.
Nyeri
ringan, bila skala 0 – 3
E.
Pengolahan
Data
Menurut Hastono (2009) pengolahan data meliputi hal-hal
berikut.
1.
Editing
Merupakan kegiatan untuk
pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut.
2.
Coding
Proses mengubah data berbentuk
kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
3.
Entry data
Jawaban-jawaban dari
masing-masing responden yang dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program
software komputer.
4.
Cleaning
Proses pengecekan ulang
dan pembersihan data dari kesalahan.
F.
Analisis
Data
Setelah melalui tahapan pengolahan
data, data kemudian dianalisis secara univariat dan bivariat.
1. Analisis
Univariat
Analisis ini digunakan
untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan persentase dari semua variabel penelitian yang meliputi status nutrisi dan intensitas nyeri (variabel independen) serta kualitas tidur pada pasien pascaoperasi
laparatomi
(variabel
dependen).
2. Analisis
Bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen, sehingga dapat diketahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi. Uji statistik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Uji Chi Square, karena baik variabel independen maupun variabel dependen merupakan
variabel kategorik. Batas
kemaknaan yang digunakan adalah 0,05. Pengambilan keputusan statistik dilakukan
dengan membandingkan nilai p (p value) dengan nilai α (0,05), dengan
ketentuan :
a. Bila p value ≤ nilai α (0,05), maka ada hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen
b. Bila p value > nilai α (0,05), maka tidak ada
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
G.
Jadwal Pelaksanaan
Untuk menunjang keberhasilan dalam
penulisan proposal ini, penulis menyusun jadwal pelaksanaan penelitian, antara
lain penulis melakukan penyusunan proposal, pengajuan seminar dan melakukan
perbaikan, uji coba melakukan pengumpulan informasi. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada jadwal pelaksanaan sebagai berikut.
Tabel 4.1
Jadwal Pelaksanaan
No.
|
Kegiatan
|
Mei
|
Juni
|
Juli
|
Agustus
|
||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1.
|
Penyusunan proposal
|
||||||||||||||||
2.
|
Pengajuan seminar dan
perbaikan proposal
|
||||||||||||||||
3.
|
Pengumpulan data
|
||||||||||||||||
4.
|
Analisa dan interprestasi data
|
||||||||||||||||
5.
|
Pengajuan usul ujian skripsi
|
H.
Etika Penelitian
Responden mengisi informed consent yang sebelumnya sudah
diberikan penjelasan oleh peneliti tentang maksud dan tujuan penelitian serta
cara mengisi instrumen, dan peneliti juga menjelaskan kerahasiaan mengenai
nama responden untuk disimpan oleh
peneliti dan tidak dipublikasikan.
Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain sebagai
berikut:
1. Informed
consent (Lembar
persetujuan)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara
peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
consent ini diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden.
2. Anonimity (Tanpa nama)
Masalah etik keperawatan merupakan
masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara
tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan
hanya menuliskan nama inisial pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality
(Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika
dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan.
4. Protection
from discomfort
(Perlindungan dari ketidaknyamanan)
Untuk melindungi pasien dari ketidaknyamanan, baik fisik maupun psikologis.
Untuk melindungi pasien dari ketidaknyamanan, baik fisik maupun psikologis.